TINJAUAN USIA PERKAWINAN MENURUT HUKUM ISLAM (STUDI UU NO. 16 TAHUN 2019 PERUBAHAN ATAS UU NO. 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN)
Abstract
Abstrak: Salah satu faktor terpenting dalam persiapan perkawinan adalah faktor usia. Sebab dalam perkawinan dituntut adanya kedewasaan dan kematangan dari masing-masing calon yang akan melangsungkan perkawinan sebagai modal yang sangat besar dan berarti dalam upaya meraih kebahagiaan dalam rumah tangga. Dalam perspektif hukum Islam, batas usia seseorang untuk melangsungkan perkawinan tidak disebutkan secara eksplisit, tetapi mengacu kepada makna “balaghu al-nikah”, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Swt pada Qs. Al-Nisa ayat 6 yaitu, seseorang dianggap dewasa (akil baligh) apabila pernah bermimpi yang menyebabkan keluar mani (ihtilam) bagi pria, dan mengalami menstruasi (haids) bagi wanita. Namun demikian, usia kedewasaan bagi masing-masing pria dan wanita tidaklah sama, tergantung pada keadaan kesehatan fisik seseorang, pengaruh biologis, iklim lingkungan social, ekonomi, pendidikan, emosi dan tanggung jawab serta keyakinan agama bagi pasangan yang akan melangsungkan perkawinan. Seiring dengan perkembangan zaman, maka ketentuan usia perkawinan di Indonesia yang ada dalam Undang-undang Nomor 1 Tahu 1974 perlu diubah dan disesuaikan lagi. Maka dipandang sangat perlu untuk melakukan upaya-upaya pembaharuan usia perkawinan di Indonesia disesuaikan dengan situasi dan kondisi di era milenial saat ini bahwa dalam pasal 7 ayat (1) UU Perkawinan No. 16 Tahun 2019 perkawinan hanya di izinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilhan belas) tahun. Hal ini dengan maksud membangun kualitas generasi Indonesia menuju masa depan yang lebih unggul.Kata kunci: Usia Perkawinan, Islam dan Undang-undang Perkawinan