MENINJAU ZAKAT PENGHASILAN PADA FATWA MUI NO. 3 TAHUN 2003 DAN IJTIHAD YUSUF QARADHAWY

Abstract

AbstrakPembahasan mengenai zakat penghasilan sebetulnya tergolong baru dalam kajian fiqh. Sejak zaman Rasulullah SAW jenis zakat ini belumlah dikenal karena jenis pekerjaan yang dikenal pada masa itu belumlah sekompleks saat ini. Oleh karena itu memang diperlukan kajian khusus mengenai pengenaan zakat terhadap jenis-jenis profesi yang tergolong asing di zaman Rasulullah yang pada masa ini berkembang pesat. Syaikh Yusuf Qaradhawy mencoba membahasnya dan melakukan ijtihad atas problem yang muncul ini, yang ia tuangkan dalam kitabnya yang berjudul Fiqh Az-Zakat (Dirasah Muqaranah Li Ahkamiha wa Falsafatiha fii Dhau’al Qur’ana wa Assunnah), yang berarti “Fiqh Zakat (Studi Komparatif Mengenai Status Hukum dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur'an dan Hadis)”. Di Indonesia kemudian ijtihad ini diadopsi melalui Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No. 3 Tahun 2003. Akan tetapi ada hal-hal yang sebetulnya berbeda antara ketentuan zakat penghasilan menurut Yusuf Qaradhawy dan dalam fatwa MUI tersebut, yakni mengenai haul, nishab, dan dasar perhitungan objek zakatnya. Tulisan ini akan mencoba mengkomparasi hal-hal tersebut dengan melihat apakah memang fatwa tersebut didasarkan pada ijtihad Qaradhawy dan sesuai dengan tuntunan syariah atau justru menimbulkan inkonsistensi pengaturan mengenai zakat penghasilan. Tulisan ini dibuat dengan metode studi komparatif antara Fatwa MUI No. 3 Tahun 2003 dengan Ijtihad Yusuf Qaradhawy mengenai Zakat Penghasilan. Hal-hal yang dibandingkan adalah mengenai unsur-unsur dalam zakat berdasarkan syariat Islam. Unsur-unsur tersebut adalah mengenai hukum dasar, nishab, haul, dan perhitungan objek zakatnya. Kata Kunci: Zakat Penghasilan, Fatwa MUI No. 3 Tahun 2003, Ijtihad Yusuf Qaradhawy AbstractThe discussion on income zakat is actually quite new in the field of fiqh (Islamic Jurisprudence). Since the time of the Prophet Muhammad, this type of zakat has not been recognized because the types of professions known at that time were not as complex as it is today. Therefore, a special study is needed regarding the imposition of zakat on the types of professions that were classified as foreign at the time of the Prophet which at this time developed rapidly. Shaykh Yusuf Qaradhawy tried to discuss it and did ijtihad (Legal Finding) for this emerging problem, which he poured in his book entitled Fiqh Az-Zakat (Dirasah Muqaranah Li Ahkamiha wa Falsafatiha fii Dhau'al Qur'ana wa Assunnah), which means "Law of Zakat (Comparative Study Regarding the Status and Philosophy of Zakat Based on the Qur'an and Hadith) ". In Indonesia this ijtihad was adopted through the Fatwa of the Indonesian Ulama Council (MUI) on Fatwa No. 3 of 2003. However, there are things that are actually different between provisions of income zakat according to Yusuf Qaradhawy and in the MUI fatwa regarding the haul, nishab, and the basis for calculating the zakat object. This paper will try to compare these matters by looking at whether the fatwa is based on ijtihad Qaradhawy and in accordance with sharia guidelines or it creates inconsistencies in the regulation of income zakat. This paper was made with a comparative study method between Fatwa MUI No. 3 of 2003 with Ijtihad Yusuf Qaradhawy concerning Income Zakat. The things that are compared are about the elements in zakat based on Islamic law. These elements are about the basic law, nishab, haul, and the calculation of the zakat object. Keywords: Income Zakat, Fatwa MUI No. 3 of 2003, Ijtihad of Yusuf Qaradhawy