KEKUATAN HUKUM TANGKAPAN LAYAR SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PERDATA

Abstract

Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui dan menganalisis dapatkah tangkapan layar dijadikan sebagai alat bukti dalam persidangan perkara perdata, dan untuk mengetahui dan menganalisa upaya yang dapat dilakukan apabila terjadi wanprestasi dalam perjanjian jual beli online yang hanya memiliki bukti berupa tangkapan layar. menjelaskan kekuatan pembuktian tangakapan layar diakui sebagai alat bukti yang sah, diperkuat dengan adanya UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik pada pasal (5). Kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti tangkapan layar, oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Yang Sudah Diperbaharui Mejadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE) yang menyatakan bahwa tangkapan layar disetarakan dengan dokumen yang dibuat diatas kertas. Hal ini, berarti bahwa kekuatan pembuktian tangkapan layar dalam praktik perkara perdata dipersamakan dengan kekuatan alat bukti tulisan (surat). Dalam system HIR hakim terikat pada alat bukti yang sah artinya hakim dapat engambil keputusan berdasarkan alat bukti yang ditentukan dalam undang-undang. Adapun upaya yang dapat dilakukan jika terjadi wanprestasi dalam jual beli online yakni bisa sitempuh dengan berbagai cara seperti memaluli peradilan umum (litigasi) atau tanpa melalui peradilan umum (non litigasi). Dalam Pasal (45) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang selanjutnya disebut UUPK diatur mengenai penyelesaian sengketa konsumen melalui peradilan. Pada Pasal (1) butir 10 Undang- Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.