EPISTEMOLOGI HUKUM ISLAM:

Abstract

Sebenarnya dalam al-Qur’an ataupun al-Sunah sudah disebutkan mengenai tertib urutan pemakaian beberapa sumber dan dalil hukum yang ada, seperti disebutkan dalam al-Qur’an “wahai orang-orang yang beriman ta’atlah kamu semua kepada allah, dan Tatatlah kepada rasul utusan Allah, dan orang yang menguasai urusan diantara kamu. Seandainya ada perselisihan diantara kamu tentang sesuatu maka kembalikanlah kepada allah dan Rasulnya, jika kamu semua beriman kepada Allah dan hari akhir, hal demikian lebih baik bagimu dan lebih akibatnya“. Dalil ini ditopang dengan Hadith Nabi yang mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman, dengan kesimpulan bahwa mu’adz memutuskan perkara pertama kepada al-Qur’an, selanjutnya dengan al-Sunah, kalau tidak ada dalam sunah Rasul, maka Mu’adz akan berijtihad dengan nalarnya. Untuk itu dapat diambil pemahaman bahwa dalam mencari fiqih seorang mujtahid akan memahami nas al-Qur’an atau al-Sunah, kemudian kalau tidak ada dalam keduanya mereka akan berijtihad dengan berbagai metode yang beragam mulai dengan ijma’, qiyas yang dalam katagori adilah al-ahkam. Untuk itu munculah istilah Ijtihad, Istidlal, istinbat, istiqra’ dan sebagainya dalam rangka mencari pemahaman status hukum dari sebuah persoalan yang ditemui sehingga pada akhirnya akan menghasilkan fiqih.