RESEPSI ESTETIS TERHADAP TERJEMAH AL-QURAN BAHASA BANJAR

Abstract

  Translation of the Qur'an into Banjar language is one of the ethical receptionists in bridging passive understanding and active understanding in Banjar societies. The translation also certainly has self-characteristic and implicates understanding of the Qur'an. It was meant to study the local reception in the Koran and its characteristics. To see the attributes of ideologies and translation methods, the study uses Peter Newmark's theory of receptions. To explore the form of receptions, it uses the aesthetic reception theory Hans Robert Jauss. The idea of the reception is used to read the translated text and assess how the translator responds to the Qur’an text. According to the reception theory, a Banjar translation seems to be inclined to a literal translation detected from the sentence structure and the overall translation. The method used was the literal method. A Banjar translation has two forms, a book's physical product and a digital application. Then, another nonphysical form or use of it is the way of language and expression. The rhetoric and language that he used was a form of speech. As for his expression forms admiration, anger, gentleness, and so forth. The same is true of the subjective side seen in enhanced texts and the use of Mushaf in the form of digital products. Moreover, the transition does not fall apart from the synchronous, leaning toward the thinking of the objective thinkers of their contemporaries and the diachronic, that is, the conception of understanding from the ancient scriptures Penerjemahan al-Qur’an ke dalam Bahasa Banjar merupakan salah satu bentuk resepsi etis dalam menjembatani pemahaman pasif dan pemahaman aktif pada masyarakat Banjar. Penerjemahan ini juga tentu memiliki karakteristik tersendiri dan memberikan implikasi terhadap pemahaman dari ayat al-Qur’an tersebut. Atas dasar inilah artikel ini bertujuan untuk meneliti resepsi lokal dalam terjemah al-Qur’an dan karakteristiknya. Untuk melihat karakteristik ideologi dan metode penerjemahan, penelitian ini menggunakan teori Peter Newmark, untuk mengeksplorasi bentuk resepsi, penelitian ini menggunakan teori resepsi estetis Hans Robert Jauss. Teori resepsi digunakan untuk membaca teks terjemahan dan menilai bagaimana penerjemah merespons teks al-Qur’an. Berdasarkan teori resepsi, terjemah Bahasa Banjar terlihat cenderung pada terjemah literal yang dideteksi dari struktur kalimat dan penerjemahan keseluruhan. Metode yang digunakan ialah metode literal. Terjemah Bahasa Banjar memiliki dua bentuk, produk fisik kitab dan aplikasi digital. Lalu, bentuk lain dari bentuk non fisik atau pemaknaannya ialah gaya Bahasa dan ekspresi. Bahasa retorika dan tindak tuturnya merupakan gaya Bahasa yang digunakan. Adapun bentuk ekspresinya berupa kekaguman, kemarahan, kelembutan, dan sebagainya. Begitu pula dengan sisi subjektivitasnya yang terlihat pada ayat-ayat yang ditransformasikan, serta penggunaan mushaf dalam bentuk produk digital. Selain itu juga penerjemahan ini tidak terlepas dari bias sinkronik, yakni cenderung mengikuti cara berfikir para pemikir objektif sezamannya dan diakronik, yakni meresepsi pemahaman dari kitab-kitab klasik.