Kepemimpinan Syekh Muda H. Muhammad Basyir dalam Pelaksanaan Tarekat Naqsabandiyah di Pondok Pesantren Ubudiyatussalam

Abstract

Artikel ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan Tarekat Naqsabandiyah di Pondok Pesantren Ubudiyatussalam Lipatkain Kampar versi kepemimpinan Syekh Muda H. Muhammad Basyir. Hal ini disebabkan masyarakat sedang dihadapkan kepada berbagai krisis, terutama krisis kepemimpinan sebab banyak diantara kepemimpinan tidak berlandaskan kepada nilai-nilai ketuhanan yang merupakan sumber kebenaran yang bisa membawa kemaslahatan manusia. Adapun jenis penelitian ini  adalah penelitian lapangan (field research) dengan metode kualitatif. Adapun pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan fenomenologi. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepemimpinan Syekh Muda H. Muhammad Basyir di Pondok Pesantren Ubudiyatussalam dalam pelaksanaan Tarekat Naqsabandiyah dilakukan melalui (1) pendekatan kepada kepada berbagai pihak misalnya pemerintahan, ninik mamak, cerdik pandai dan tokoh masyarakat; (2) semangat dengan mendatangi masyarakat langsung ke desa-desa di sekitarnya; (3) gigih, dalam bekerja, tidak mau meminta sesuatu kepada siapapun dan hanya ingin mernberikan sesuatu kepada orang lain; (4) menanamkan  rasa persaudaraan antara sesama murid dan orang lain serta masyarakat sekitar; (5) tidak dipungut biaya, modal hanya kemauan dari masing-masing pengikut. Selanjutnya pelaksanaan Tarekat Naqsyabandiyah Pimpinan Syekh Muda H. Muhammad Basyir di Pondok Pesantren Ubudiyatussalam Lipatkain Kampar terdapat beberapa tahapan (1) bai'at yang terdiri dari pelaksanaan samaniyah, hampasiyah, mandi taubat, praktek mati dan tawajjuh; (2) suluk  yaitu suatu tempat yang sunyi untuk mengingat Allah; (3) tawajjuh yaitu zikir lembut dimana seseorang harus berusaha untuk memfokuskan pikirannya semata-mata kepada Allah SWT dengan cara menundukkan kepala dan memicingkan mata. Tawajjuh terdiri dari tiga bagian yaitu (a) tawajjuh ketika bai’at; (b) tawajjuh wirid yakni Senin dan Kamis; dan (c) tawajjuh ketika suluk.