Telaah ulang wacana haid dan istiḥāḍah pada akseptor keluarga berencana

Abstract

Penetapan hukum darah pervaginam dalam Islam secara umum menggunakan paradigma yang dapat disebut haid-cum-istiḥāḍah. Paradigma ini bertitik tolak pada identifkasi darah haid terlebih dahulu dengan melihat batas minimal, batas maksimal, atau berdasarkan karakter darah. Apabila tidak memenuhi syarat yang telah ditetapkan madhhab fiqh, maka darah disebut sebagai istiḥāḍah. Paradigma ini menjadi rancu ketika dihadapkan dengan ketidakteraturan menstruasi yang dialami akseptor KB hormonal. Darah pervaginam yang terjadi tidak dapat disebut sebagai haid baik menurut medis maupun literatur fiqh. Artikel ini menawarkan paradigma alternatif yang disebut istiḥāḍah-cum-haid. Sebuah paradigma yang merupakan hasil integrasi tiga kutub: interpretasi turāth, keilmuan medis, dan pengalaman empiris akseptor KB hormonal. Dialog ketiga kutub tersebut dibingkai dengan kerangka berpikir Loay Safi yang disebut Unified Approach to Textual and Contextual Analysis. Data penelitian ini dikumpulkan melalui kajian kitab-kitab fiqh perbandingan dan wawancara dengan 70 akseptor, 1 dokter spesialis kandungan, 5 bidan, dan 4 praktisi akademik kesehatan. Paradigma alternatif sebagai hasil penelitian ini menyatakan bahwa darah pervaginam pada akseptor langsung ditetapkan sebagai istiḥāḍah. Tahap berikutnya berupa penetapan hari-hari haid bagi akseptor KB berdasar fiqh madhhab terkait ketentuan hukum mustaḥāḍah. The legal inference of vaginal blood in Islam generally adopts the paradigm called haid-cum-istiḥāḍah. The paradigm starts with the identification of menstrual blood by looking at minimum limit, maximum limit, or by blood characters. When the blood fails the requirements established by madhhab fiqh, it turns to the so-termed istiḥāḍah. The paradigm tends to be confusing when confronted with menstrual irregularities that happened on hormonal acceptors. The vaginal blood could not be categorized as menstrual by medical or fiqh literatures. This article offers an alternative paradigm called istiḥāḍah-cum-haid wich is built upon three building blocks namely: turāth interpretation, medical considerations, and empirical experiences of hormonal acceptors. These three building blocks were underpinned by Loay Safi’s thought called Unified Approach to Textual and Contextual Analysis. The data of this research were collected through studies on comparative fiqh literatures and interviews with 70 acceptors, 1 obstetrician-gynecologist, 5 midwifes, and 4 academicians in the field of medication. This alternative paradigm urges that vaginal blood acceptors treated as istiḥāḍah. Next to istiḥāḍah identification, is the establishment of menstruation days for acceptors based on fiqh madhhab related to mustaḥāḍah rules.