Islamisation as Legal Intolerance: The Case of GARIS in Cianjur, West Java

Abstract

In its endeavour, Islamization projects done by some Muslim organisations in Indonesia can lead to certain treats of intolerance, especially to those rejecting the missions wrought about in the movements. Using qualitative approach, this paper tries to analyse the legal Islamization programs undertaken by Gerakan Reformis Islam (GARIS) in Cianjur, West Java, since their inception in early 2001 and its inclination to various intolerant attitudes towards others. The movement of Islamization is probed on the basis of the three main GARIS projects, namely, reviewing the draft of Indonesian penal law, engaging contra-Christianization movements and the struggle against Ahmadiyah. Describing the movement, one will see how the idea of legal Islamization is carefully and persistently moulded in the field to make it so fluid and adequate to accomplish a purpose. What seems appearing in this phenomenon is not a theoretical legal quandary but more a political one, as legal Islamization is in its practice more sensed as a political movement than that of law.[Dalam praktiknya, gerakan Islamisasi yang dilakukan oleh beberapa organisasi Islam di Indonesia dapat memunculkan tindakan intoleransi, utamanya hal itu menimpa mereka yang menolak gerakan tersebut. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, paper ini berusaha untuk menganalisis program-program Islamisasi hukum yang dilakukan oleh Gerakan Reformis Islam (GARIS) di Cianjur, Jawa Barat sejak mula berdirinya organisasi ini di awal 2001 dan kecenderungannya kepada perilaku intoleransi kepada kelompok lain. Gerakan Islamisasi dari GARIS ini dikaji berdasarkan pada tiga program mereka yang paling utama yaitu: usulan perbaikan terhadap draf amandemen hukum pidana Indonesia, gerakan perlawanan terhadap kristenisasi, dan perlawanan terhadap kelompok Ahmadiyah. Melalui kajian yang mendalam terhadap organisasi ini, kita dapat melihat bagaimana program Islamisasi hukum tersebut dilakukan dengan kesungguhan di lapangan sehingga dapat meraih hasil sesuai dengan yang dicanangkan. Apa yang dapat kita lihat dari fenomena ini sejatinya bukanlah pergumulan teori hukum namun lebih sebagai perhelatan politik, karena pada praktiknya gerakan Islamisasi hukum itu lebih menonjol sisi gerakan politiknya ketimbang hukumnya.]