Contextualization of Hadith on the Recommendation of Marriage and Its Relevance to the Legal Age of Marriage in Indonesia

Abstract

Determination of the age of marriage in Indonesia from 19 years for men and 16 years for women to 19 years for men and women is considered contrary to Islamic law especially the hadith advising marriage. This study aims to confirm that the hadith advocating marriage has a connection with setting the age limit for marriage in Indonesia. This research is qualitative research using the approach to understanding the hadith, namely by understanding the meaning of the hadith about the recommendation to marry, then it is analyzed using a statutory approach, namely (statute approach) and other approaches. The data were obtained from hadith books, applicable laws in Indonesia, and other data such as journals and other articles related to this paper. The results of the research explain that the hadith advocating marriage has relevance to the age limit for marriage in Indonesia. The hadith advising youth to marry means youth between the ages of 16 and 30. While the word ba'ah (able) in the hadith is understood by scholars as the ability to perform jima' (sexual intercourse) and the cost of marriage. The ability to have sexual intercourse is interpreted in a broad sense, namely being able to have sex and bear the consequences of that sexual relationship (to have children). Being able to afford a wedding is interpreted as the economic ability of the family and those related to the family economy. If it is related to the age that is "able" according to this hadith in Indonesian culture are those who have graduated from high school, that is, at least 19 years old.Abstrak: Penetapan usia menikah di Indonesia dari usia laki-laki 19 tahun dan perempuan 16 tahun menjadi laki-laki dan perempuan 19 tahun dianggap bertentangan dengan hukum Islam, terutama hadis anjuran menikah. Penelitian ini bertujuan untuk menegaskan bahwa hadis anjuran menikah mempunyai kaitan dengan menetapan batas usia menikah di Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan pemahaman hadis yakni dengan memahami makna hadis tentang anjuran menikah, selanjutnya dianalisis dengan pendekatan perundang-undangan yakni (statute approach) dan pendekatan lainnya. Data diperoleh dari kitab-kitab hadis, perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, dan data lain seperti jurnal, artikel lain yang berkaitan dengan tulisan ini. Hasil penelitian menjelaskan bahwa hadis anjuran menikah memiliki relevansi dengan batas usia menikah di Indonesia. Hadis tentang anjuran menikah kepada pemuda maksudnya adalah pemuda dalam rentang usia 16 sampai 30 tahun. Sedangkan lafaz ba’ah (mampu) dalam hadis dipahami oleh para ulama adalah kemampuan untuk melakukan jima’ (hubungan seksual) dan biaya pernikahan. Kemampuan hubungan seksual dimaknai dengan arti luas yaitu mampu melakukan seksual dan menanggung akibat dari hubungan seksual tersebut (mempunyai keturunan). Mampu membiayai pernikahan dimaknai dengan kemapuan ekonomi keluarga dan yang berhubungan dengan ekonomi keluarga. Bila dihubungkan dengan usia yang “mampu” menurut hadis tersebut dalam budaya Indonesia adalah mereka yang sudah tamat sekolah menengah atas yaitu minimal 19 tahun.