Teologi Sains, Mengatasi Dikotomi Sains-Agama Perspektif Islam

Abstract

Dikotomi sains-agama yang terjadi di negeri-negeri kaum muslimin merupakan warisan bangsa-bangsa Barat dan Eropa yang telah menjajah mereka, terutama abad 18-20 M. Dikotomi tersebut telah menimbulkan kemunduran ilmu pengetahuan dan teknologi serta kerugian nonmateri berupa pola berpikir umat Islam yang terkontaminasi dengan pola dikotomis dan sekularisme. Upaya menghentikan dikotomi itu telah banyak dilakukan oleh pemikir kaum muslimin dengan gagasan integrasi antara sains dengan agama. Namun, upaya itu tampaknya kurang efektif, bahkan cenderung melanggengkan dikotomi itu sendiri. Kedudukan sains di sisi agama sebenarnya sederhana. Allah Swt. menurunkan hukum alam bagi setiap makhluk dan menurunkan wahyu kepada manusia berakal. Antara wahyu dengan hukum alam selalu selaras karena bersumber dari Pencipta, Allah Swt. Dengan kemampuan akalnya, manusia mampu melakukan penyelidikan terhadap alam dan fenomenanya serta mengungkap rahasia keteraturan dan juga keganjilan alam semesta, yang mengantarkan manusia mengetahui dan menemukan Penciptanya. Dengan kemampuan akal pula manusia mengkaji wahyu sehingga semakin mudah dipahami dan semakin tampak kesesuainnya dengan sains. Mengatasi dikotomi yang terjadi saat ini, konsep yang tepat adalah teologisasi sains melalui pola interanneal, yakni hubungan saling menguatkan. Agama mendorong untuk melakukan kajian ilmiah tentang alam dan fenomenanya. Sementara sains dan teknologi menguatkan keimanan dan memudahkan manusia dalam memenuhi tugas utamanya di bumi ini.