TELAAH BUKU ARGUMENTASI KESETARAAN GENDER PERSPEKTIF AL-QUR’AN KARYA NASARUDDIN UMAR

Abstract

Nasarudin Umar is an Indonesian Muslim scholar who has concerns on the issue of gender relations. He contributes many reflective thoughts, including the book entitled Argumentasi Kesetaraan Gender Perspektif al-Qur’an. This research is motivated by his intellectual anxiety toward Qur'anic texts that are often used as a tool of legitimacy and justification by patriarchalism. This notion has gender biased and misogynous thought in which puts women as the second actor in ritual and social contexts. On the other hand, Nasarudin assumes that gender inequality does not come from the character of religion itself but it refers to the understanding of religious thought that has been influenced by social construction. In addition, he argues that there is still ambiguity of the Qur'an inter­pretation on whether gender is a nature or a dynamic nurture (social construction). To understand the authenticity of Qur'anic perspectives, Nasarudin conducted a research on the Qur'an verses that discuss male and female relationships by applying thematic analysis (called Tafsir Maudlui) with various approaches such as semantic-linguistic, normative-theological and socio-historical. The result showed that the Qur'an does not expressly support the two gender paradigms of either nature or nurture. It only accommo­dates certain elements within the two theories that are in line with the universal principles of Islam. Generally, the Qur'an recognizes the distinction between men and women but the distinction does not benefit one party while marginalizes the other. The distinction is needed precisely to support the harmonious and balanced, safe, and peaceful life and full of virtue._________________________________________________________Nasarudin Umar adalah cendekiawan muslim Indonesia yang me­miliki concern terhadap persoalan relasi gender. Ia banyak mem­berikan kontribusi pemikiran-pemikiran reflektif, diantaranya Buku Argumentasi Kesetaraan Gender Perspektif Alqur’an. Penelitian ini dilatarbelakangi kegelisahan intelektualnya karena teks-teks al-Qur’an sering dipakai sebagai alat legitimasi dan justifikasi paham patriarkhism yang bias gender dan sarat misoginis yang menempat­kan perempuan sebagai the second dalam konteks ritual maupun sosial. Nasarudin berasumsi bahwa ketidakadilan gender bukanlah bersumber dari watak agama itu sendiri namun berasal dari pe­mahaman dan pemikiran keagamaan yang dipengaruhi oleh kon­struksi social. Menurutnya, masih terjadi ambiguitas penafsiran al-Qur’an tentang apakah gender itu bersifat nature (kodrati) ataukah bersifat nuture (konstruksi social) yang dinamis. Untuk memahami autentisitas perspektif al-Qur’an, Nasarudin melakukan penelitian terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang membahas tetang relasi laki-laki dan perempuan dengan menggunakan analisis tematik (tafsir maudhui) dengan berbagai pendekatan seperti semantic-linguistik, normatif-teologis maupun sosio historis. Hasil­nya, al-Qur’an tidak secara tegas menyatakan dukungan terhadap kedua paradigma gender baik nature maupun nurture. Al-Qur’an hanya meng­ako­modir unsur-unsur tertentu yang terdapat dalam dua teori yang sejalan dengan prinsip-prinsip universal Islam. Secara umum al-Qur’an mengakui adanya perbedaan (distinction) antara laki-laki dan perempuan tetapi perbedaan itu tidak meng­untungkan salah satu pihak dan memarjinalkan pihak yang lain. Per­­bedaan itu diperlukan justru untuk mendukung obsesi al-Qur’an tentang ke­hidup­an harmonis, seimbang, aman, tenteram serta penuh kebajikan.