REINTERPRETASI KONSEP BID'AH DAN FLEKSIBILITAS HUKUM ISLAM MENURUT HASYIM ASYARI

Abstract

AbstractThe diversity of cultures and traditions in Indonesia gives rise to religious rituals (Islam) that synergize with Shari'a. It is very ironic if these deeds carried out by Muslims in Indonesia are accused as superstitious, bid'ah, and khurafat acts, since they are not in accordance with the Qur'an and Sunnah. This condition has caused a reaction from one of traditionalists namely Hasyim Asy'ari who was very concerned in preserving local traditions which were considered has Shari'a touch. This study uses descriptive analysis methods and is based on the idea that some rituals of Indonesian Muslims cannot be separated from culture and tradition. This is considered as something new or bid'ah. Hasyim Asy'ari argues that not all new things are deviant, because even though there is no valid argument, they may still rely on Shari'a. By understanding the meaning of bid'ah as well as the traditions, it is clear that Islam is present and develops in Indonesia through wisdom-based da'wah. That way, the author feels traditions such as tahlilan, group dhikr, istighatsah, prophet’s mawlid, and nisfu sya'ban must be preserved in the context of Islamic peaceful da'wah filled with wisdom in the nuances of Indonesian culture.Keywords : Culture, tradition, bid'ah, Hasyim Asyari, ShariaAbstrakKeberagaman budaya dan tradisi di Indonesia memunculkan ritual keagamaan (Islam) yang bersinergi dengan syariat. Sangat ironis jika amaliyah yang dilakukan oleh umat Islam di Indonesia dituduh sebagai perbuatan tahayul, bid’ah, dan khurafat, karena dianggap tidak sesuai dengan al-Qur’an dan al-Sunnah. Hal ini menimbulkan reaksi dari kaum tradisionalis yaitu Hasyim Asy’ari yang sangat peduli dalam melestarikan tradisi-tradisi lokal yang dianggap telah bernafaskan syariat. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif penelitian serta didasarkan pada pemikiran bahwa amaliyah umat Islam Indonesia tidak lepas dari budaya dan tradisi. Hal tersebut dianggap sebagai sesuatu yang baru atau bid’ah. Hasyim Asy’ari berpendapat bahwa tidak semua hal yang baru itu berstatus sesat, karena meskipun tidak ada dalil yang sarih namun bisa jadi tetap bersandar pada syariat. Dengan memahami makna bid’ah sekaligus tradisi di atas jelas bahwa Islam hadir dan berkembang di Indonesia melalui dakwah yang bernuansa hikmah. Dengan begitu, penulis merasa tradisi-tradisi seperti tahlilan, dzikir bersama, istighatsah, maulid nabi dan nisfu sya’ban harus tetap dilestarikan dalam rangka dakwah Islam yang penuh dengan hikmah dalam nuansa budaya Indonesia.Kata kunci : konsep bid'ah, Hasyim Asyari, hukum Islam