Resonansi Maharaja Imam Muhammad Basiuni Imran (1885-1976) Di Sambas

Abstract

Abstrak Penelitian ini berjudul “Resonansi Maharaja Imam Muhammad Basiuni Imran (1885-1976) dan Pengaruhnya dalam Kehidupan Sosial, Budaya, Politik di Sambas”, yaitu berangkat dari peristiwa sejarah bahwa Muhammad Basiuni Imran dilantik menjadi Maharaja Imam, sebuah jabatan agama tertinggi di kesultanan Sambas. Jabatan tersebut bersifat Ascribed Status, yakni kedudukan ini diperoleh yang disebabkan oleh keturunan, ayah dan Kakeknya adalah Maharaja Imam. Akan tetapi ketika jabatan tersebut dipegang oleh Muhammad Basiuni Imran telah terjadi perubahan-perubahan dalam masyarakat Sambas yang disebabkan oleh kondisi sosial, budaya dan politik yang terjadi di Sambas, disamping kemampuannya dalam bidang agama yang mumpuni. Penelitian ini merupakan penelitian sejarah yang dilakukan dengan empat tahap, yaitu: heuristik, verifikasi, interpretasi dan historiografi dan menggunakan pendekatan sosial dan politik.   Abstrac The research is about "The Resonance of Maharaja Imam Muhammad Basiuni Imran (1885-1976) and Its Impact on Social, Cultural, Political Life in Sambas", which departs from historical events of Muhammad Basiuni Imran was appointed become Maharaja Imam, a highest religious position in the Sambas sultanate . The position is Ascribed Status, namely this position is obtained due to offspring, father and grandfather are Maharaja Imam. However, when the position was held by Muhammad Basiuni Imran there were changes in the Sambas community caused by social, cultural and political conditions that occurred in Sambas, in addition to his ability in the field of qualified religion. This research is a historical research conducted in four stages, namely: heuristics, verification, interpretation and historiography and using social and political approaches