FUNGSIONALISASI TEORI PENGANULIRAN (NASKH) DALAM TAFSIR AL-QURAN DAN HUKUM ISLAM: Sebuah Catatan Kritis

Abstract

Abstract: The commonly accepted assumption among Muslim scholars is that the abrogation (naskh) theory is regarded as method necessary for interpreting the Qur’ān and for law-making. This article is aimed to explore how it has been used to support ideological interest. At the beginning, some traditions, which are contradictory to each other, ascribed to ‘Alī bin Abī Ṭālib, for instance, which supports the importance of knowledge on naskh should be categorized as unreliable ones. The traditions have been distorted and interpreted in different context to argue for the importance. In wide range of the abuse, the naskh has been used to interpret some ambiguous verses, such as what Aḥmad Al-Baḥrānī, a Shiite scholar, done to set up his own theological belief. Meanwhile, the Muslim jurists have applied it as a method of making of law decision. ‘Abdullah al-Karkhi (w. 340 H), a Hanafite scholar, for instance, used it to attack against legal opinions of non-Hanafite scholars. Since al-Shafi‘is era till contemporary time, the naskh has been regarded as a method of developing Islamic law, of course, in different contexts and trends. Abstrak: Asumsi umum yang sudah diterima di kalangan sarjana Muslim adalah bahwa teori naskh dianggap sebagai perlu yang perlu untuk menafsirkan al-Quran dan untuk penentuan hukum. Artikel ini dimaksudkan untu mengekplorasi bagaimana ia digunakan untuk mendukung kepentingan ideologis. Pada mulanya, beberapa hadis, yang saling bertentangan satu sama lain, yang dianggap bersumber dari ‘Al ī bin Abī Ṭālib, misalnya, yang mendukung pentingnya ilmu pengetahuan tentang naskh harus dikategorikan sebagai yang tidak dapat dipercaya. Hadis-hadis yang terdistorsi dan ditafsirkan dalam konteks yang berbeda untuk membuktikan kepentingan tersebut. Dalam deretan penyalahgunaan, naskh digunakan untuk menafsirkan beberapa ayat yang ambigu, seperti yang dilakukan oleh Aḥmad al-Baḥrānī , seorang ulama Syi‘ah, dalam seperangkat kepercayaan teologis. Sementara itu, para ahli hukum telah menerapkan ini sebagai sebuah metode dalam menentukan hukum. ‘Abdullah al-Karkhi (w. 340 H), seorang bermazhab Ḥanafī, misalnya, menggunakannya untuk menyerang pendapat-pendapat hukum dari mazhab-mazhab non- Ḥanaf ī. Sejak era Syāfi’ī hingga masa kontemporer, naskh telah dianggap sebagai sebuah metode membangun hukum Islam, tentu saja, dalam trend dan konteks yang berbeda. Kata-kata Kunci: abrogation (naskh), abrogating verse (nāsikh), abrogated verse (mansūkh)