IMPLIKASI ASAS ITIKAD BAIK DALAM AKAD MURABAHAH DI PERBANKAN SYARIAH

Abstract

<p><strong>Abstrak</strong>: Perbankan syariah dalam prakteknya melaksanakan pembiayaan salah satunya menggunakan akad murabahah, atau biasa juga disebut <em>bai’ al-murabahah</em>. Akad yang memuat sejumlah hak dan kewajiban bagi para pihak, yakni pihak Bank Syariah dan pihak nasabah selaku pemohon Akad Pembiayaan Murabahah. Pembiayaan tersebut dibutuhkan oleh nasabah, dengan membeli barang dari pemasok kemudian mejualnya kepada nasabah dengan menambahkan biaya keuntungan (<em>cost-plus profit</em>) dan ini dilakukan melalui perundingan terlebih dahulu antara bank dengan pihak nasabah yang bersangkutan. Di dalamnya memuat suatu perjanjian yakni keharusan adanya asas itikad baik. Itikad baik yang mendasari terbentuknya akad pembiayaan murabahah apabila akad tersebut dibuat memenuhi rukun dan syarat akad, maka akad tersebut mempunyai kekuatan mengikat sebagaimana mengikatnya Undang-Undang. Akad tidak dapat dibatalkan selain ada kesepakatan kedua belah pihak atau tidak bertentangan dengan Undang-Undang, ketertiban umum maupun kesusilaan, dan akad tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan yang disepakati, perihal itikad baik tidak hanya untuk pelaksanaan perjanjian melainkan juga saat dibuatnya akad tersebut kedua belah pihak harus didasarkan atas itikad baik. Dengan adanya itikad baik dalam akad murabahah, maka akan terpenuhinya hajat bagi kedua belah pihak dan sedikit kemungkinan terjadinya wanprestasi dalam akad tersebut.</p>