DAMPAK PENERAPAN ABSEN SIDIK JARI (FINGER PRINT) TERHADAP PNS PEREMPUAN DI LINGKUP UIN AR-RANIRY BANDA ACEH

Abstract

Tulisan ini menyoroti tentang dampak pemberlakuan finger print bagi PNS perempuan baik karyawati maupun dosen di lingkungan UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Tulisan ini terinspirasi dari banyaknya perdebatan dan sekaligus keluhan akibat dari pemberlakuan sistem absensi digital ini. Bukan hanya para karyawan dan dosen laki-laki yang merasa sedikit keberatan dengan kebijakan ini, apalagi para karyawati dan dosen perempuan yang memiliki peran atau beban ganda (double burden) di ranah publik dan domestik. Perbedaan penafsiran pada Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2013 Tentang Disiplin Kehadiran Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kementerian Agama pada pasal 3 ayat 1 dan 3, serta Peraturan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 2 Tahun 2013 tentang Disiplin Kehadiran Dosen di Lingkungan Perguruan Tinggi Agama Islam pada pasal 3 ayat 1, 2 dan 3 merupakan awal dari permasalahan, karena pada dasarnya peraturan tersebut memberikan toleransi sampai pukul 09.00 dengan kewajiban memenuhi ketentuan jam kerja 7,5 jam perhari. Bahkan bagi dosen rincian jam kerja di sesuaikan dengan jabatan fungsional masing-masing dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini memiliki makna bahwa dosen tidak harus berada di kampus sampai sore hari karena adanya kewajiban yang lain dalam bentuk penelitian dan pengabdian masyarakat. Adanya toleransi dalam kedua peraturan tersebut sangat membantu PNS perempuan yang bisa berangkat ke kantor lebih telat dibandingkan suami dan anak-anak yang pergi ke sekolah, tanpa harus mengabaikan peran sebagai seorang istri dan ibu rumah tangga. Akan tetapi sangat disayangkan, peraturan ini tidak diterapkan oleh UIN Ar-Raniry Banda Aceh sebagai sebuah kebijakan yang mashlahah terutama bagi PNS perempuan.