KONSEKUENSI PENETAPAN STATUS KELOMPOK KRIMINAL BERSENJATA (KKB) DALAM KONFLIK PAPUA SEBAGAI GERAKAN TERORIS MENURUT HUKUM PIDANA

Abstract

Berdasarkan sejarahnya, sebelum diberikan label sebagai teroris oleh pemerintah, aksi kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok orang di Papua mendapatkan sebutan yang berbeda, pihak Kepolisian menyebut Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) sedangkan Tentara Nasional Indonesia menggunakan istilah Kelompok Separatis Bersenjata (KSB), namun bagi Organisasi Papua Merdeka (OPM), kelompok tersebut adalah pejuang yang ingin memisahkan diri dari Indonesia. Berbagai penyerangan yang dilakukan oleh KKB/ KSB/ OPM terhadap aparat penegak hukum yang bertugas di Papua, memaksa pemerintah untuk secara tegas menetapkan aksi tindakan maupun kelompok yang melakukan kekerasan di Papua sebagai tindak pidana teroris. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penetapan status tersebut tepat dan bagaimana konsekuensi penetapan status teroris tersebut dalam sudut pandang hukum pidana baik materiil maupun formil. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian normatif dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan kasus. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwasanya penetapan KKB/ KSB/ OPM dalam konflik bersenjata di Papua sebagai kelompok teroris tidak tepat karena latar belakang sejarah serta pemenuhan unsur-unsur yang termuat dalam UU Pemberantasan Terorisme tidak tepat. Penetapan status teroris tersebut bukanlah solusi untuk mengatasi konflik di Papua karena memiliki konsekuensi tidak hanya terhadap kualifikasi tindak pidana yang dilakukan tetapi dengan instrument hukum, model penegakan hukum dan pihak yang terlibat dalam penanganan KKB/ KSB/ OPM.