PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR PERSPEKTIF TOKOH NAHDLATUL ULAMA; ANTARA KIYAI PESANTREN DAN DOSEN KAMPUS DI YOGYAKARTA

Abstract

Secara toeritis, pernikahan meniscayakan kesiapan, baik fisik maupun mental. Namun kenyataan di lapangan, peristiwa nikah di bawah umur masih banyak Hal ini tentu menjadi masalah kesadaran tersendiri bagi masyarakakat yang enggan mematuhi peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Keadaan ini memicu perbedaan pendapat di kalangan tokoh NU di Yogyakarta. Baik Kiayi di Pesantrean dan Dosen di Universitas memiliki argumentasinya masing-masing. Kiyai di Pesantren melihat bahwa hal tersebut tidak meniciderai aturanaturan hukum Islam. Sebab yang menjadi patokan adalah baligh dan bukan batasan usia. Sedangkan menurut pandanga tokoh NU yang bekerja sebagai dosen di univesitas menyatakan tidak setuju atas praktik pernikahan di bawah umur. Bukan karena batasan umur, melainkan sebagai upaya prefentif agar dapat menghindari kemudaratan-kemudaratan, baik secara fisik-material maupun secara psikis-non material. Artikel ini bertujuan untuk menganalisa pandangan tokoh-tokoh NU terhadap pernikahan di bawah umur antara Kiyai di Pesantren dan Dosen di Universitas. Artikel ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan menjadikan wilayah Yogyakarta sebagai area kajian lapangannya.