TRADISI SURAN DAN MAKNANYA BAGI MASYARAKAT DUSUN MULUNGAN (THE SURAN TRADITION AND ITS MEANING FOR THE PEOPLE OF MULUNGAN HAMLET)

Authors

  • Maruschka Lathifah Ar-rumi Universitas Kristen Satya Wacana
  • Emy Wuryani Universitas Kristen Satya Wacana
  • Tri Widiarto Universitas Kristen Satya Wacana

DOI:

https://doi.org/10.24090/jnr.v2i1.7939

Keywords:

tradisi suran, Sunan Kalijaga, methukan

Abstract

Tradisi Suran dilaksanakan untuk memperingati awal tahun baru Jawa, bulan Sura pada penanggalan Jawa dengan tanggal 1 Muharram pada kalender Hijriyah. Di Dusun Mulungan, Desa Nogosaren, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang masyarakat menyebut bulan Sura dengan sebutan kawitane taun atau tahun pertama nenurut penanggalan Jawa. Tradisi Suran dilaksanakan untuk meminta tolak bala supaya tanaman berbuah dan hal-hal baik seperti: meminta rezeki yang melimpah, keselamatan dan tidak mengalami musibah. Menurut warga dusun Mulungan pada bulan Sura masyarakat perlu merenungkan, mendekatkan diri dan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Permasalahannya adalah apabila masyarakat Mulungan tidak melaksanakan tradisi Suran maka mereka khawatir akan terjadi musibah atau mara bahaya. Tujuan penelitian adalah mendeskripsikan latar belakang masyarakat Mulungan melaksanakan tradisi Suran dan maknanya bagi masyarakat. Metode dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengambilan data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan tradisi Suran di dusun Mulungan dilatarbelakangi oleh ajaran Sunan Kalijaga yang disebut methukan (pertemuan). Maksudnya adalah mempertemukan dan mempersatukan umat Islam agar tidak terpecah belah, karena pada saat itu masih banyak masyarakat  yang menyembah batu. Adapun makna tradisi Suran adalah dengan masyarakat mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, mereka mendapat keselamatan, selamat di perjalanan, bebas dari mara bahaya baik di rumah maupun saat bekerja

References

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. (2019). Makna Tradisi Suran (Kegiatan Malam Satu Sura) dalam Menjalin Ukhuwah Islamiyah di Desa Sriwijaya Mataram Kecamatan Bandar Mataram Kabupaten Lampung Tengah. (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung).

Aswoyo, J. (2014). Upacara Ritual Suran Sebagai Sarana Pelestarian Kesenian Di Dusun Tutup Ngisor, Desa Sumber, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang. Acintya, 6(1).

Dillistone, F. W. (2002). The Power of Symbol (Daya Kekuatan Simbol) Penerjemah: A. Widyamartaya. Yokyakarta: Kanisius.

Herusatoto, B. (1983). Simbolisme Dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: PT. Hanindita.

Moeloeng Lexy, J. (2010). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Pawito, P. D. (2007). Penelitian Komunikasi Kualitaitf. Yogyakarta: PT. Lks Pelangi Aksara Yogyakarta.

Safera, D., & Huda, M. C. (2020). Tradisi Suroan Sebagai Tapak Tilas Walisongo (Studi di Desa Jatirejo Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang). Al-Mada: Jurnal Agama, Sosial, Dan Budaya, 3(1), 66-79.

Sholikhin, M. (2010). Misteri bulan Suro: Perspektif Islam Jawa. Yogyakarta: Penerbit Narasi.

Siregar, A. D. Aminudin. 1985. Kamus Antropologi. Jakarta: Akademika Pressindo.

Soekanto, S. (1993). Kamus Sosiologi. Cet. III. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Wuryani, E., Iman Sudibyo., & Sumiyarso. (2003). Ritualisasi Upacara Suran di Candi Dukuh. Salatiga: Historia Press, 1-50.

Wuryani, E. (2003). Upacara Tradisi Nyadran Suran. Jurnal Ilmiah Pendidikan, Sejarah dan Sosial Budaya, 71-91.

Downloads

Published

2023-03-21

How to Cite

Maruschka Lathifah Ar-rumi, Wuryani, E., & Widiarto, T. (2023). TRADISI SURAN DAN MAKNANYA BAGI MASYARAKAT DUSUN MULUNGAN (THE SURAN TRADITION AND ITS MEANING FOR THE PEOPLE OF MULUNGAN HAMLET). Jurnal Nusantara Raya, 2(1), 36–43. https://doi.org/10.24090/jnr.v2i1.7939

Issue

Section

Articles

Most read articles by the same author(s)