RELASI SETARA ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DALAM KASUS KEWARISAN ISLAM (FARAIDH)

Abstract

Prinsip dasar kewarisan Islam faraidh yang mutlak dipegangi adalah “laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama dalam harta peninggalan” tanpa memandang besar kecil orangnya, atau banyak dan sedikitnya harta warisan yang ditinggalkan pewarisnya. Laki-laki yang berstatus sebagai waris ashobah tidak selalu (harus dipahami) mendapat bagian/hak yang lebih besar  atau banyak daripada perempuan. Kesetaraan dalam konteks kewarisan Islam, hakikinya memang tidak dimaksudkan “sama” antara perolehan waris laki-laki dan perempuan. Sebab banyak dan sedikitnya bagian yang diperoleh seorang ahli waris dalam suatu strukturnya, sangat tergantung pada kondisi atau status seseorang di setiap kasusnya. Ini dibuktikan melalui beberapa contoh kasus kongkrit yang berbanding terbalik dengan anggapan dan pemahaman (sebagian) masyarakat selama ini. Selain itu, realitas menunjukkan bahwa telah terjadi semacam modifikasi penyelesaian kasus kewarisan yang mencoba menghubungkan dengan latar belakang sosial-ekonomi keluarga. Atas dasar ini, ajaran prinsip (qath’i) atau normatif dalam Islam tentang keadilan dan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan tetap bisa ditegakkan.